Koreri.com, Sorong – Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua Barat Daya (DPR PBD) resmi menetapkan tiga pimpinan definitif lembaga itu.
Hal itu berlangsung dalam Rapat Paripurna ke I Masa Sidang Pertama Pengusulan Pimpinan Definitif DPR Papua Barat Daya (PBD) masa jabatan 2024 – 2029 yang digelar, Jumat (31/1/2025).
Paripurna berlangsung di lantai II Gedung Dewan setempat yang berlokasi, Jalan Pendidikan Km 8 Kota Sorong, PBD.
Rapat paripurna yang semula dijadwalkan berlangsung pukul 14.00 Wit, akhirnya diskors dan baru dimulai sekitar pukul 16.30 Wit.
Adapun tiga nama dimaksud masing-masing, Henry Wairara dari Partai Golkar menjabat Ketua DPR PBD, Anneke Lieke Makatuuk, dari Partai Demokrat menjabat Wakil Ketua I DPR PBD dan Freddy Marlissa dari PDI Perjuangan menjabat Wakil Ketua II DPR PBD.
Pasca penetapan tersebut, memicu gejolak di kalangan internal Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Golkar PBD.
Komentar tanggapan pun datang dari Max Hehanussa selaku Ketua Harian DPD Golkar PBD.
“Posisi saya sebagai Ketua Harian Partai Golkar Provinsi Papua Barat Daya dengan Plt Ketua Pa Ace Hasan. Saya menjalankan roda organisasi hari demi hari, sedangkan kebijakan atau keputusan itu berada dipimpinan atau Plt dan Sekretaris,” urainya dalam pernyataan pers yang disampaikan kepada awak media di Sorong, Sabtu (1/2/2025).
Kemudian Max menyampaikan hal yang berkaitan dengan mekanisme di partainya untuk pengusulan Ketua DPR PBD.
“Pertama, ketua sementara menyurat ke DPD I untuk setiap partai yang menang suara terbanyak satu, dua dan tiga. Karena secara aturan, 35 anggota berarti harus ada tiga. Tiga pimpinan dimana satu ketua dan dua wakil,” rincinya.
Setelah itu, lanjut Max, nanti ditambah dengan perwakilan Fraksi Otsus yang secara aturan Undang-undang itu diyakini akan menjabat satu wakil ketua.
“Berarti nanti akan jadi tiga wakil ketua dan satu ketua. Tapi mekanisme yang terjadi di Otsus itu berbeda. Karena mekanisme yang terjadi di kepartaiannya itu yang tadi saya sampaikan bahwa mulai surat DPP sampai tingkat provinsi. Setelah itu untuk segera memasukkan calon-calon yang akan ditunjuk sebagai Ketua DPRD atau Wakil Ketua,” lanjutnya.
Berikutnya, setelah DPD 1 mendapat surat itu, DPD 1 merujuk ke DPP membahas dan mengeluarkan SK.
“SK itu tidak ditujukan kepada Gubernur atau Sekwan atau kepada yang lain tetapi ditujukan kepada DPD 1. Setelah tiba di DPD 1, kemudian memprosesnya untuk mengeluarkan surat pengantar ke pimpinan DPR atau Sekwan dan tembusannya. Itu mekanisme yang seharusnya terjadi ,” sambungnya.
Max kemudian menyinggung soal proses di Golkar.
“Jadi di Golkar, dua bulan yang lalu SK dari Pak Wairara sudah keluar dari DPP. Tetapi kemarin di Januari 2025, SK itu setelah kita dapat hampir mencapai 2 bulan kami menyurat kepada Ketua sementara DPR PBD dengan pertimbangan bahwa SK ini tidak dapat diproses lebih lanjut. Jadi secara legal bahwa sebenarnya bisa dikatakan SK ini dibatalkan,” tegasnya.
Kendati demikian, Max tak mempersoalkan proses yang terjadi di DPR PBD.
“Nah kemarin proses terjadi, silakan karena itu proses paripurna. Ada proses sebelum Paripurna, yaitu ada rapat fraksi. Itu hanya menyamakan persepsi tetapi tidak mengambil kesimpulan karena kesimpulan atau legalitas tertinggi itu adanya di Paripurna,” sambungnya.
Dan harus diingat, kemarin adalah Paripurna istimewa sehingga 1, 2 orang 3 orang hadir itu sudah bisa jalan bukan paripurna yang harus mencapai kuorum. Karena sifat Paripurna itu hanya ada partai-partai, dalam hal ini Golkar, PDIP dan Demokrat yang membaca surat baik itu SK maupun surat pengantar daripada DPD tingkat I., itu wajib untuk dibaca,” tegasnya.
“Proses yang kemarin mungkin agak lama karena saya sebagai ketua harian DPD dan rekan-rekan dari Partai Golkar kebetulan tidak hadir, meminta untuk membaca SK dan surat pengantar dari pusat sampai daerah. Akhirnya harus dibacakan karena mekanismenya seperti itu. Kalau SK itu tidak dibacakan atau tidak diantar atau tidak ada rekomendasi atau dibilang tidak ada surat pengantar dari DPD I, maka SK itu tidak bisa dipergunakan dengan baik. Karena SK itu ditujukan kepada DPD I bukan ditujukan kepada Ketua DPR atau Sekwan sehingga harus ada surat pengantar dari SK tersebut,” bebernya.
Terhadap semua itu, Max menegaskan dirinya hanya tegak lurus kepada partai.
“Apa yang ditulis oleh surat tersebut itu yang kita sampaikan ke dalam. Terutama bahwa SK yang diterima oleh Pak Wairara tidak dapat kami proses sambil menunggu langkah-langkah selanjutnya dari DPP. Berita yang di luar bahwa pengusulan ketua DPR sudah ada dari Golkar itu berarti Pak Wairara secara pribadi bukan dari partai. Yang sudah legal itu adalah Demokrat dan PDIP, itu sudah ada SK dari DPP dan surat pengantar dari DPD dan tidak ada masalah,” kembali tegasnya.
Max juga berharap terkait notulen atau berita acara atau skenario dari rapat kemarin harus dibuat karena akan disampaikan ke eksekutif dalam hal ini adalah Kabag atau Kasi Pemerintahan yang akan ditelaah sebelum dikirim ke Mendagri.
“Golkar secara legal atas nama saya sebagai Ketua Harian dan juga perintah partai belum dapat atau tidak dapat memproses SK atas nama Henry Wairara menjadi atau ditetapkan sebagai calon Ketua DPR Papua Barat Daya,” pungkasnya.
ZAN