Koreri.com, Jayapura – Bertempat di Hotel Yotefa View, Distrik Jayapura Utara, Kamis (10/12/2020), telah dilaksanakan Focus Group Discussion (FGD) Komnas HAM Menakar Tata Kelola Kebijakan Keamanan di Tanah Papua dalam rangka memperingati 72 Tahun hari HAM se-dunia.
Tema yang diusung pada giat itu “Tiga Perempat Abad Indonesia Merdeka, Bagaimana Kepatuhan HAM di Negara kita”.
Sejumlah petinggi institusi hadir pada kesempatan itu, diantaranya Wakapolda Brigjen Pol. Mathius D. Fakhiri, S.IK, Asops Kodam XVII/ Cenderawasih Kolonel Inf Murbianto Adhi Wibowo, Ketua Komnas HAM Papua Frits Ramandey, S.Sos, Dir Intelkam Polda Papua Kombes Pol. Guntur Agung Supono, S.I.K., M.Si, Koordinator Intel Kejaksaan Tinggi Papua Mukharom, SH, MH, Direktur LBH Papua Emanuel Gobay, SH, MH, Dosen Fakultas Hukum Universitas Yapis Papua Dr. Najamudin Gani, SH.,M.Si, dan Akademisi Universitas Cenderawasih Elvira Rumkabu.
Ketua Komnas HAM Papua Frits Ramandey dalam kesempatan itu mengatakan bahwa pihaknya tidak lagi membicarakan soal kasus tetapi berbicara pada kebijakan.
Menurutnya, tiga tahun managerial kasus kekerasan di Papua cenderung meningkat.
“Ini menunjukan bahwa memang tidak bisa dilakukan penanganan secara parsial oleh stake holder negara yang memiliki kewenangan dalam kelengkapan untuk melaksanakan managemen keamanan yang di dalamnya adalah unsur Kepolisian, TNI dan Pemerintah,” urainya.
Hari HAM kali ini, diakui Ramandey, tidak dirayakan secara terbuka karena masih dalam situasi Covid-19.
“Untuk itu, kami sebagai pelaksana acara meminta kepada narasumber dan para hadirin untuk memberi masukan-masukan yang membangun dan dokumen kepada Pemerintah dalam rangka pengelolaan keamanan di Papua yang lebih baik,” imbuhnya.
Komnas HAM Papua, lanjut Ramandey, juga menyodorkan beberapa pertanyaan penting.
Salah satunya, dalam kaitannya dengan pertemuan tanggal 28 November di Timika yang diikuti berbagai stakeholder dimana Komnas HAM Papua memberikan satu catatan penting kepada Panglima TNI soal keamanan terbentuk dari 4 stakeholder Negara.
“Sudah ada 1 struktur TNI yang baru yaitu Kogabwilhan (Komando Gabungan Pertahanan Wilayah, red) III yang bertempat di Timika. Dalam catatan komnas HAM 1 tahun terakhir, sedikit memiliki kerumitan dalam mengungkap kasus – kasus,” bebernya.
Selain itu, kejadian kekerasan yang diduga terstruktur dilakukan oleh oknum-oknum penugasan dari luar Papua, cenderung tidak bisa mengkoordinasikan dan merespon kasus yang terjadi.
“Pada 2018 kasus di Nduga belum selesai, ini dikarenakan penanganan kasus masih secara parsial. Saat ini kami tidak berbicara kasus, namun masukan dan pencerahan dari para stakeholder sangat penting untuk mengatasi persoalan ini,” tandasnya.
Wakapolda di kesempatan itu menyampaikan bahwa dalam pengelolaan keamanan di tanah Papua, Polri melakukan kebijakan berdasarkan UU Kepolisian.
Salah satunya dalam hal keamanan, yaitu bagaimana Polri menyiapkan tata kelola pengamaman di Papua yang cukup luas dan mempunyai tantangan-tantangan dari segi geografis maupun tingkat kerawanan yang cukup tinggi.
“Tentunya masing masing daerah mempunyai spesifikasi yang harus dikelola agar keamanan dijaga. Menjaga keamanan bukan hanya milik TNI – Polri semata – mata tetapi kita semua, tetapi harus didukung oleh tokoh masyarakat, agama dan Pemerintah,” tegasnya.
Lanjut Wakapolda, melihat dari masing-masing sisi, daerah pegunungan berbeda dengan pesisir, karakteristik budaya berbeda.
Di wilayah pegunungan ada segelintir kelompok KKB yang dilengkapi dengan senjata hasil rampasan dan daerah pesisir pun sama.
“Untuk itu, Polri melakukan upaya pendekatan hukum sebagai tombak terdepan. Kita berusaha membangun perkuatan kita dengan membentuk Polres-polres persiapan, hampir rata-rata di wilayah kabupaten baru masih minim koordinasi dengan Pemerintah setempat, sehingga yang banyak disana hanya anggota TNI – Polri yang mengelola keamanan dan pendekatan kepada masyarakat,” akuinya lagi.
Wakapolda berharap kedepan masyarakat juga bisa bekerja sama.
“Kita Kepolisian dan TNI tidak menganggap masyarakat dan KKB ini sebagai musuh namun sebagai saudara kita sendiri. Mari kita bersama-sama melihat situasi yang terjadi dengan benar di lapangan untuk mendorong TNI dan Polri bersama-sama menjaga pertahanan Negara dalam Bingkai NKRI,” tukasnya.
Asops Kodam XVII/Cenderawasih dalam kesempatanya menjelaskan, pelaksanaan keamanan di Wilayah Papua domainnya berada di Polda sesuai surat Menkopolhukam dimana ketuanya adalah Kapolda dan Pangdam sebagai wakil.
Dalam hubungan keamanan di Papua meliputi Kodam/Kogabwilhan yang merupakan perpanjangan tangan Panglima TNI dalam organisasi TNI Kodam XVII Cenderawasih.
“Ada beberapa hal yang perlu di evaluasi, dan kami sendiri mungkin tidak bisa menanggapi hal tersebut, terkait HAM ataupun pelaksanaan kegiatan keamanan di Papua. Perlu diketahui bahwa kebijakan Pangdam kami sangat mendukung hak asasi manusia,” tandasnya.
Asops menjelaskan pula, status di Papua yaitu tertib sipil bukan Operasi Militer, dengan pengendali adalah Kapolda Papua,
“TNI sendiri tidak ada organik dan non organic. Prajurit TNI adalah Prajurit Tentara Nasional Indonesia dengan tugas salah satunya melaksanakan Operasi Pam Perbatasan yang masuk dalam salah satu tugas perbantuan,” sambungnya.
Asops menambahkan, sesuai data yang didapatkan beberapa tahun ini, IPM di Papua mengalami peningkatan 3 persen dan penurunan kemiskinan 5 persen termasuk pertumbuhan ekonomi, yang perlu dipertahankan dan ditingkatkan.
“Jika dilihat kaitannya dengan masalah keamanan maka tentu saling berkaitan. Karena itu, kami sebagai alat negara, komitmen yang sangat besar agar permasalahan di Papua ini cepat tuntas melalui peningkatan kesejahteraan,” pungkasnya.
SEO