as
as

Buah Matoa Papua Bakal Dinikmati Para Pemimpin Eropa

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Pusat, Letjen TNI. Doni Monardo
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Pusat, Letjen TNI. Doni Monardo

Koreri.com, Jayapura – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Pusat, Letjen TNI. Doni Monardo mengatakan sepuluh tahun kedepan buah matoa Papua bakal dinikmati para pimpinan di benua Eropa.

Hal ini disampaikannya dalam arahan tentang pentingnya pembangunan yang berbasis ekologi berkelanjutan saat Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Inspiratif pertama Pemerintah Provinsi Papua dengan sejumlah NGO di antaranya KOMPAK, WWF, Unicef dan BakTI di Hotel Aston Jayapura, Rabu (24/4/2019).

“Saya bermimpi sepuluh tahun ke depan para pemimpin negara di Eropa bisa menikmati buah Matoa dari Papua dalam suatu momen dinner kenegaraan. Tujuh tahun bukan waktu yang lama. Saya minta Pak Wagub bisa menggalakkan agar semua dinas (di Papua) agar bisa membudidayakan matoa, terutama matoa merah,” imbuh Doni disambut tepuk tangan Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal, SE, MM dan seluruh peserta yang hadir.

Menurutnya, matoa adalah salah satu buah khas dari Papua berbentuk unik dan berasal dari pohon yang tumbuh di bagian Indonesia Timur yaitu Pometia Pinnata.

“Biasanya pohon ini berbunga sekali dalam setahun dengan rentang waktu Juli hingga Oktober. Matoa juga kaya manfaat bagi kesehatan tubuh, di antaranya sebagai antioksidan, mengontrol kadar gula darah, mengobati ambeien dan mencegah hipertensi,” beber Doni.

Selain bernilai ekonomis karena menjadi makanan yang khas dan bergizi tinggi, matoa juga memiliki nilai ekologis.

Pohon matoa dengan tinggi 20-40 meter dan diameter mencapai 100 cm ini bisa tumbuh di mana saja di Papua, termasuk di lereng gunung dan kawasan cagar alam Pegunungan Cyclop serta daerah penyanggahnya yang kini rusak dan menjadi salah satu penyebab bencana banjir bandang Sentani pada 16 Maret 2019 silam.

“Karena itu, kita tanam pohon yang tidak hanya bernilai ekonomis tapi juga ekologis, misalnya matoa. Kita akan kerjasama dengan Universitas Cendrawasih. Ini untuk upaya kembalikan vegetasi Cyclop,” kata Doni yang juga Sekjen Dewan Ketahanan Nasional ini.

Pada kesempatan itu, mantan Pangdam XVI Pattimura ini juga mengingatkan agar dalam perencanaan pembangunan, Pemerintah daerah di Papua bisa mengenal dan tanggap terhadap ancaman bencana yang terjadi sewaktu-waktu di daerahnya.

Sebab, Papua merupakan salah satu daerah rawan bencana, baik banjir, tanah longsor maupun gempa bumi.

“Papua memiliki tingkat ancaman bencana alam yang tinggi karena ia dilewati patahan lempeng dan cincin api.

Oleh karena itu, kita harus mengenal tingkat ancaman itu dan mengantisipasinya. Di Papua, setahun terakhir ada 95 kejadian bencana akibat banjir dan tanah longsor,” bebernya.

Doni membeberkan data sepanjang 20 tahun terakhir, sebanyak 1.120.000 lebih orang di seluruh dunia meninggal akibat bencana alam, dimana Indonesia dengan jumlah korban jiwa mencapai 185 ribu lebih dan menduduki peringkat kedua sebagai korban terbanyak setelah Haiti.

Bahkan 2018 lalu, Indonesia tertinggi jumlah korban jiwa yakni 4 ribu lebih akibat gempa dan tsunami di Lombok, Palu dan Anyer.

“Tahun ini saja sudah 370 orang juga meninggal akibat banjir dan longsor di Sulawesi Selatan dan Sentani. Kita harus tanggap dan mengantisipasinya dalam perencanaan pembangunan yang baik. Mari kita jaga alam, alam jaga kita,” tandasnya.

VDM

as