Koreri.com, Arso – Dewan Adat Keerom (DAK) meminta Kejaksaan Tinggi Papua untuk segera menindaklanjuti laporan dugaan korupsi gila-gilaan yang terjadi di kabupaten itu.
Karena hal itu mengakibatkan pembangunan di wilayah yang berbatasan dengan Negara tetangga PNG ini jalan di tempat.
Apalagi dengan total anggaran di kas daerah yang totalnya mencapai Rp200 Miliar hilang atau lenyap tanpa pertanggungjawaban yang jelas sehingga dilaporkan defisit oleh Pemerintah setempat.
“Saya sebagai Ketua Dewan Adat sampaikan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi, tolong melihat itu dan mengejar pencuri-pencuri itu agar diamankan dan diproses hukum karena selama ini tidak pernah kami rasakan pembangunan bahkan tidak ada pembangunan fisik yang kelihatan,” tegas Ketua DAK Servo Tuamis kepada wartawan di Jayapura, Sabtu (31/10/2020).
Ia menilai saat ini pembangunan di kabupaten Keerom Jalan di tempat karena dugaan korupsi gila-gilaan yang dilakukan oleh pemangku kepentingan di Keerom tanpa sentuhan hukum sama sekali.
Dikatakan, sejumlah persoalan yang terjadi di kabupaten Keerom menyita perhatian berbagai pihak sehingga membuat seluruh roda pergerakan pembangunan di wilayah itu seakan jalan di tempat, bahkan mati pun tak mampu.
Menurutnya, apa yang terjadi di Keerom cukup memprihatinkan, seperti di bidang pendidikan banyak anak-anak Keerom yang menempuh studi di luar Papua terpaksa pulang karena tidak adanya perhatian dari Pemerintah daerah.
Selain itu, masalah kesehatan, perekonomian dan infrastruktur yang belum berjalan maksimal untuk memberikan keadilan bagi masyarakat asli Kabupaten Keerom.
“Jangan salahkan kenapa masyarakat tolak Otonomi Khusus, sedangkan uang miliaran ini kenapa tidak di tangkap? Tolong penegakan hukum ditegakan yang betul baik Kejati, Polisi, KPK dan BPK,” cetusnya.
Ditegaskan, penegak hukum untuk serius menangani dugaan korupsi yang dilaporkan oleh masyarakat adat dan LSM ke Kejati Papua, agar ada keadilan bagi koruptor untuk segera di tumpas tanpa memandang bulu, guna mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap kinerja penegak hukum bagi masyarakat di atas tanah ini.
“Yang salah harus disalahkan, yang benar dibenarkan. Lalu diperiksa, jangan orang salah dibenarkan! Kalau terus ada pembiaran begini maka masyarakat akan ribut terus di seluruh Indonesia lebih khusus kami di Papua. Dana otonomi khusus 80 persen kami orang asli Keerom tidak pernah rasa,” tegasnya.
Diketahui, dari jumlah total penduduk Keerom sebanyak 50 ribu jiwa, 20 persen yang merupakan orang asli Keerom sama sekali tidak merasakan dampak pengucuran anggaran dari pemerintah daerah.
“Dana otonomi Khusus yang nilainya gila-gilaan itu dihilangkan,” tegasnya.
OZIE