Koreri.com, Manokwari – Momentum Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) serentak 2024 menjadi isu sentral di Tanah Papua.
Isu hak politik orang asli Papua (OAP) kemudian menjadi isu krusial dalam perhelatan pesta demokrasi PILKADA di Tanah Papua pada periode 2024-2029.
Fokus perdebatan adalah soal Syarat Bakal Calon Gubernur dan Cawagub, Calon Bupati, Calon Wali Kota harus OAP. Dan semuanya merujuk kepada Undang-undang Otonomi Khusus.
Yang menjadi persoalan kemudian adalah defenisi siapa itu orang asli Papua?
MRP se-Tanah Papua telah merumuskan 9 poin yang menjadi kesepakatan bersama mengunci Hak Politik OAP.
Kesepakatan MRP bergulir bersamaan dengan tahapan Pemilu, yaitu pendaftaran Bakal Calon (Bacalon) Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
Meskipun MRP se Tanah Papua telah menghasilkan Keputusan Bersama, namun keputusan itu tidak serta merta menghentikan tahapan pendaftaran Pencalonan Kepala Daerah yang sedang bergulir di Tanah Papua.
Mengapa demikian ? Karena keputusan MRP ini mesti diakomodir dalam Undang-undang atau Peraturan Komisi Pemilihan Umum yang spesifik mengatur Pemilu yaitu Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
PKPU yang sedang digodok oleh Pemerintah pusat, dalam hal ini KPU dan mitranya harus mengakomodir pasal 28 UU Otsus.
PKPU juga harus mengatur secara rinci syarat pencalonan kepala daerah di Papua sebagai Provinsi berstatus Otsus. Suatu bentuk pengakuan kedudukan UU Otsus sebagai Lex Specialis Derogat Lex Generalis.
Bagian Ini merupakan satu-satunya Yurisprudensi yang mendasari proteksi Hak Politik OAP.
Sebaliknya, jika PKPU yang akan segera terbit pada akhir April 2024 ini tidak mengakomodir syarat pencalonan Kepala Daerah di Papua, maka Keputusan 6 MRP se-Tanah Papua mubazir atau angin lalu.
Karena itu, MRP se-Tanah Papua dan seluruh tokoh juga elemen gerakan sipil dan politik Papua perlu mendesak KPU RI agar dalam proses penyusunan PKPU harus mengakomodir syarat khusus bagi PILKADA di seluruh Tanah Papua.
Apabila PKPU Komisi Pemilihan Umum mengakomodir syarat khusus pencalonan kepala daerah, maka ini merupakan bentuk penghormatan Negara terhadap status UU Otsus sebagai Instrumen hukum dan kebijakan negara dalam mengelola konflik Papua.
Faktor historis lahirnya Otsus sebagai alat resolusi konflik atau win-win solution ini perlu di perhatikan dalam kehidupan Otsus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Otsus lahir bukan sebagai kebijakan kebaikan hati pemerintah pusat. Tetapi Otsus secara historis lahir dari proses politik kelam di Tanah Papua.
Orang Papua termarjinalkan secara ekonomi, jangan juga tersingkir dari dunia politik lokal dan nasional yang ada.
Kebijakan proteksi hak politik akan meyakinkan OAP bahwa mereka tidak berada di halaman luar NKRI. Tetapi berada di dalam ruang inti kehidupan Republik Indonesia ini.
Secara khusus, DPR Papua Barat meminta Pemerintah pusat dalam RPP juga harus memproteksi hak politik Orang Papua melalui,
1. DPR Jalur Pengangkatan berhak menduduki Unsur Pimpinan.
2. DPR Jalur Pengangkatan berhak mencalonkan Kepala Daerah.
Intervensi dan diskresi positif Negara dalam waktu terakhir sebelum PILKADA serentak ini menjadi penting untuk diperhatikan.
Penulis :
Anggota Fraksi Otsus DPR Papua Barat